Monumen dan Museum PETA Bogor menurut saya adalah salah
satu museum yang terbaik di kota hujan ini. Museum ini menempati dua buah
ruangan di sebuah gedung dan halaman di dalam Kompleks Pusdikzi TNI Angkatan
Darat, berjarak sekitar 500 m arah dari Istana Bogor.
Monumen dan Museum PETA Bogor ada di Jl Jenderal Sudirman, dengan patung
Sudirman dan Supriadi di halam depan. Pembela Tanah Air (Kyodo Bo-ei Giyugun),
adalah tentara pribumi yang dibentuk Jepang pada 3 Oktober 1943 berdasarkan
maklumat Osamu Seirei No 44.
Maklumat itu diumumkan Panglima Tentara Keenambelas, Letnan Jendral
Kumakichi Harada, sebagai Tentara Sukarela. Pelatihan pasukan dipusatkan di
kompleks militer Bogor bernama Jawa Bo-ei Giyûgun Kanbu Resentai, yang kini
ditempati Monumen dan Museum PETA Bogor. Pembangunan museum dimulai pada 14
November 1993, dengan peletakan batu pertama oleh Wakil Presiden Umar
Wirahadikusumah, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 18 Desember 1995.
Patung Sudancho Supriadi di halaman depan Monumen dan Museum PETA Bogor,
yang diresmikan pada 9 Agustus 2010, bertepatan dengan diserahkannya Monumen
dan Museum PETA oleh Yayasan PETA Bogor kepada pemerintah, dan pengelolaan
selanjutnya diserahkan kepada TNI Angkatan Darat.
Turun dari kendaraan saya lalu melangkahkan kaki memasuki gerbang masuk yang
merupakan lorong panjang dimana pintu masuk ke dalam dua ruangan pamer yang ada
di tengah kiri dan kanan lorong. Pada permukaan dinding kiri dan kanan lorong
terdapat relief yang menggambarkan kegiatan dan tokoh-tokoh PETA.
Ada relief mantan PETA seperi Supriadi, Sudirman, Soeharto, Umar
Wirahadikusumah, Poniman, Drg. Moestopo, Mohamad, Achmad Yani dan Sarwo Edhi
Wibowo. Dinding sebelahnya ada relief perekrutan dan pendidikan tentara PETA,
serta tokoh Daidan (Batalion) PETA Blitar, dan Daidan PETA Magelang. Saya masuk
ke pintu sebelah kanan, bertemu petugas dan meminta ijin melihat koleksi museum
serta memotretnya
Diorama di Monumen dan Museum PETA ini menggambarkan saat tokoh-tokoh
pimpinan BKR / TKR Jawa Tengah, yaitu Soedirman, Jatikoesoemo, Soeharto,
Sarbini, Ahmad Yani, Isdiman, Soetarto, Holan Iskandar, sedang berkumpul
mengatur siasat di suatu tempat antara Magelang dan Ambarawa untuk memukul mundur
pasukan Sekutu dan Belanda dari Ambarawa.
Pada 15 Desember 1945, dengan koordinasi Panglima Divisi V Banyumas Kolonel
Soedriman, pasukan TKR berhasil menduduki Ambarawa dan mengusir tentara Sekutu
dan Belanda. Peristiwa ini diperingati sebagai Hari Infanteri TNI – AD. Ada
diorama penyerbuan Osha Butai Kota Baru oleh BKR Yogyakarta pada Oktober 1945,
dipimpin mantan Cudanco PETA Soeharto untuk merebut persenjataan dan
perlengkapan militer yang masih dikuasi tentara Jepang.
Selanjutnya diorama saat pimpinan BKR Malang, mantan Cudanco PETA Mutakat
Hurip, atas perintah Daidanco Imam Sujai dan Kepala Staf Iskandar Sulaiman,
sedang mengatur dan mengkonsolidasikan fasilitas kedirgantaraan, yang meliputi
hanggar, sejumlah pesawat terbang dan perlengkapan yang direbut lewat
pertempuran dan perundingan dengan pihak Jepang di pangkalan udara Bugis
Malang.
Dalam pertemuan itu hadir mantan Daidanco Besoeki Soekoco, yang diangkat
sebagai Komandan Lapangan didampingi mantan Cudanco Soelam Syamsoen dan mantan
Bundanco Soeprantio (pernah menjadi Panglima Pasukan Gerak Cepat, Kopasgat,
berpangkat Marsekal Muda). Di sebuah dinding terdapat koleksi foto para mantan
PETA dan sebuah samurai tua. Ada pula koleksi Monumen dan Museum PETA Bogor
berupa seragam dan perlengkapan persenjataan Gyuhei, atau Prajurit PETA.
Diorama lainnya berkaitan Peristiwa Rengasdengklok 16 Agustus 1945,
memperlihatkan suasana di luar asrama pada waktu Bung Karno dan tokoh-tokoh
pemuda tengah berunding mengenai waktu dan tatacara proklamasi. Saat itu Camat
Soejono Hadipranoto mengibarkan bendera merah putih menggantikan bendera
Jepang, dikawal prajurit PETA dan disaksikan masyarakat Rengasdengklok
Diorama Monumen dan Museum PETA yang memperlihatkan pertemuan Ir. Soekarno,
Gatot Mangkupradja, Ki Ageng Suryomentaram, Ki Hajar Dewantara, KH Mas Mansyur
dan Dr. Moh. Hatta. Ide awal pembentukan PETA konon terinspirasi dari
kedisiplinan, militansi dan kemampuan tempur tentara Jepang saat Ir. Soekarno
berkunjung ke Akademi Militer Jepang.
Ada yang berpendapat pembentukan PETA berawal dari surat Raden Gatot
Mangkupradja kepada Gunseikan (kepala pemerintahan militer Jepang) pada
September 1943 yang diantaranya berisi permohonan agar bangsa Indonesia boleh
membantu Jepang di medan perang. Pendapat lain menyebut pada masa pendudukan
Jepang, Ki Ageng Suryomentaram berusaha keras membentuk satuan tentara.
Pendapatnya itu dikemukakannya dalam pertemuan dengan Bung Karno, Bung Hatta,
Kiai Haji Mas Mansoer, dan Ki Hadjar Dewantara.
Ki Ageng juga membuat tulisan “Jimat Perang” yang merupakan dasar-dasar
ketentaraan, yaitu pandai berperang dan berani mati, yang diceramahkannya di
berbagai kesempatan. Ketika bertemu Bung Karno, diberikannya Jimat Perang ini,
dan kemudian dipopulerkan Bung Karno dalam pidato-pidato radionya untuk
membangkitkan semangat berperang dan berPertemuan di depan gedung di Jalan
Merdeka Selatan yang kemudian menjadi Markas PETA berlangsung. Pada 23 Agustus
1945 anggota pasukan PETA dan Heiho yang telah dibubarkan berkumpul untuk
mendengarkan pengumuman Presiden Soekarno mengenai keputusan pemerintah. Pada
22 Agustus pemerintah telah memutuskan membentuk Badan Keamanan Rakyat atau
BKR.
Diorama di
Monumen dan Museum PETA lainnya memperlihatkan upacara penyerahan samurai oleh
Syodanco Muradi, pimpinan lapangan pemberontakan PETA Blitar, kepada Katagiri
Butaico. Janji memenuhi tuntutan PETA ternyata hanya tipu muslihat Jepang.
Syodanco Muradi bersama pasukannya ditangkap dan disiksa oleh KENPEITAI, lalu
dibunuh di Ancol pada 16 Mei 1945.
Pada 14
Februari 1945, pasukan Peta di Blitar di bawah pimpinan Sudancho Supriadi
melakukan pemberontakan yang dikenal dengan nama “Pemberontakan Peta Blitar”.
Pemberontakan berhasil dipadamkan oleh pasukan pribumi yang tak terlibat
pemberontakan, baik dari satuan Peta sendiri maupun Heiho. Sudancho Supriadi,
hilang dalam peristiwa ini.
Ada diorama
yang menggambarkan suasana saat Bung Karno sedang mengucapkan pidato pada rapat
raksasa dihadapan massa rakyat yang memadati lapangan Ikada Jakarta. Dalam
rapat raksasa itu, para pemimpin republik dikawal diantaranya oleh BKR Jakarta
Raya pimpinan mantan Komandan Peleton PETA M. Moekmin.
Saat keluar
ruangan museum dan berjalan ke arah belakang, terlihat Patung Panglima Besar
Sudirman saat sebagai perwira PETA di halaman terbuka di ujung lorong tengah
gedung Monumen dan Museum PETA, diapit dua meriam lapangan. Pada dinding di
belakang patung tercantum nama-nama perwira tentara PETA dari seluruh Jawa,
Madura, Bali, dan Sumatera.
Monumen dan
Museum PETA merupakan sebuah museum yang baik untuk dikunjungi, agar
menyegarkan ingatan mengenai peran dan pentingnya pendidikan kemiliteran dalam
mendukung perjuangan politik menegakkan kemerdekaan RI. Aksesnya dari Terminal
Baranang Siang atau dari Stasiun naik Angkot 03, turun di depan Sekolah Regina
Pacis.
============== AYOOOO JELAJAH INDONESIA =========
No comments:
Post a Comment