Ditinjau dari namanya (Kaibon = Keibuan), keraton ini
dibangun untuk ibu Sultan Syafiudin, Ratu Aisyah mengigat pada waktu itu,
sebagai sultan ke 21 dari kerajaan Banten, Sultan Syaifudin masih sangat muda
(masih berumur 5 tahun) untuk memegang tampuk pemerintahan.
Keraton Kaibon ini dihancurkan oleh pemerintah belanda pada
tahun 1832, bersamaan dengan keraton Surosowan. Asal muasal penghancuran keraton,
adalah ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal Daen Dels meminta kepada Sultan
Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai
Panarukan, juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan). Namun,
Syafiudin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan
menyerahkannya kembali kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan
menghancurkan Keraton Kaibon.
Berbeda dengan kondisi keraton Surosowan yang boleh dibilang
"rata" dengan tanah. Pada keraton Kaibon, masih tersisa gerbang dan pintu-pintu
besar yang ada dalam kompleks istana. Pada keraton Kaibon, setidaknya
pengunjung masih bisa melihat sebagin dari struktur bangunan yang masih tegak
berdiri. Sebuah pintu berukuran besar yang dikenal dengan nama Pintu Paduraksa
(khas bugis) dengan bagian atasnya yang tersambung, tampak masih bisa dilihat
secara utuh. Deretan candi bentar khas banten yang merupakan gerbang bersayap.
Di bagian lain, sebuah ruangan persegi empat dengan bagian
dasarnya yang lebih rendah atau menjorok ke dalam tanah, diduga merupakan kamar
dari Ratu Aisyah. Ruang yang lebih rendah ini diduga digunakan sebagai
pendingin ruangan dengan cara mengalirkan air di dalamnya dan pada bagian atas
baru diberi balok kayu sebagai dasar dari lantai ruangan. Bekas penyangga papan
masih terlihat jelas pada dinding ruangan ini.
==== AYOOOO JELAJAH INDONESIA =======
No comments:
Post a Comment