Masjid Merah
Panjunan merupakan salah satu masjid tua di kota Cirebon. Awalnya masjid ini
bernama Al-Athyang yang artinya dikasihi Disebut
masjid merah karena memang hampir keseluruhan bangunan masjid ini berbalut
warna merah. Dan nama Panjunan pada nama masjid ini merujuk kepada nama
Pangeran Panjunan pendiri masjid ini yang dikemudian hari nama yang sama juga
menjadi nama desa tempat masjid ini berada.
Pangeran
Panjunan bernama asli Maulana Abdul Rahman, nama Panjunan yang disandangnya
merupakan gelaran atas profesi yang digelutinya sebagai pembuat Anjun atau
Gerabah porselen. Profesi yang cukup lama ditekuni oleh keturunannya yang
tinggal di desa Panjunan sampai ahirnya perlahan terkikis tinggal kenangan
menjadi sebuah nama desa.
Masjid Merah
Panjunan
Jl.
Kolektoran (perempatan dengan Jl. Kenduran)
Kampung
Panjunan, Desa Panjunan
Kecamatan
Lemah Wungkuk, Kota Cirebon
Provinsi Jawa
Barat
Koordinat :
6° 43' 3.16" S 108° 33' 57.71" E
AKULTURASU
BUDAYA. Digunakannya bentuk gerbang candi bentar bagi gerbang masjid Panjunan
ini merupakan salah satu ciri berpadunya berbagai budaya di masjid tua satu
ini. Selain itu, Budaya Jawa khsusunya Majapahit sangat kental terlihat pada
penggunaan bentuk bangunannya yang berupa bangunan limasan.
|
Pembangunan
Tajug atau Mushola sederhana tersebut sebagai tempat ibadah bagi para pedagang
dari berbagai suku bangsa yang bertemu dan bertransaksi disana. Selain untuk
beribadah, awalnya masjid ini juga menjadi tempat berbagi ilmu Wali Songo atau
antara Wali Songo, terutama Sunan Gunung Jati, dengan Pangeran Panjunan. Gaya
bangunannya sendiri merupakan perpaduan budaya dan agama sejak sebelum Islam,
yaitu Hindu – Budha. Dan juga turut dipengaruhi oleh gaya Jawa dan Cina.
Pagar Kutaosod yang
mengelilingi masjid ini dan terbuat dari susunan bata merah merupakan hasil
pembangunan tahun 1949
oleh panembahan Ratu (Cicit Sunan Gunung Jati) berikut
pembuatan pintu masuk
di bangun sepasang candi bentar dan pintu panel Jati Berukir. Pada tahun 1978
masyarakat setempat membangun menara di halaman depan sebelah selatan
sementara candi bentar dan pintu panel dibongkar. Renovasi
terahir dilakukan oleh dinas kebudayaan dan pariwisata provinsi Jawa Barat yang
melakukan penggantian
atap sirap tahun 2001-2002.
MENARA
YANG HILANG. foto bawah memperlihatkan Masjid Merah Panjunan dengan menaranya
yang dibangun tahun 1978, namun belakangan menara ini lenyap. Sejauh ini kami
belum menemukan keterangan tentang raib nya menara tersebut.
|
Hanya saja
tidak jelas kapan bangunan menara di depan masjid ini dibongkar. Bentuk menara
tersebut hanya dapat dinikmati di situs suara
Cirebon terbitan 7
September 2012. Semula masjid ini dikelola oleh pihak Kesultanan Kasepuhan,
tetapi selanjutnya diserahkan kepada DKM Panjunan. Berdasarkan Surat Keputusan
(SK) Wali Kota Cirebon Nomor 19 Tahun 2001, Masjid Merah ditetapkan sebagai
benda cagar budaya.
Arsitektural Masjid Merah Panjunan
INTERIOR.
Bagian dalam masjid Merah Panjunan ini memang di dominasi oleh warna merah
pada tembok kelilingnya yang tidak menutup hingga ke atap. Pola yang serupa
juga dapat ditemui di Masjid Agung Sang Ciptarasa di wilayah Kraton
Kasepuhan.
|
Masjid Merah
disokong 17 tiang penyangga yang melambangkan 17 rakaat dalam salat. Empat dari
17 tiang penyangga itu ada empat sokoguru yang merupakan penyangga utama
sebagai simbol empat imam dalam hukum atau syariat Islam. Mereka adalah Imam
Maliki, Imam Hambali, Imam Syafi'i, dan Imam Hanafi.
Ujung setiap
tiang penyokong itu berbentuk bintang dengan delapan bunga. Hal itu membuktikan
adanya pengaruh arsitektur Arab pada masjid itu. Bintang itu melambangkan
delapan lafal selawat yang diajarkan Rasulullah.
KERAMIK
CINA. Beberapa sumber menyatakan bahwa keramik keramik yang ada di Masjid
Merah Panjunan ini merupakan keramik dari Cina yang merupakan hadiah dari
kaisar Cina. Sedangkan beberapa keramik lainnya merupakan keramik dari
kerajaan Belanda.
|
Hiasan
piring keramik menempel pada dinding bagian dalam masjid baik bagian kiri, sisi
kanan, maupun bagian depan. Konon, piring-piring keramik itu berasal dari Cina.
Selain menandakan hubungan Kerajaan Cirebon dengan Cina pada masa lalu, itu
menyimbolkan bahwa ajaran Islam tidak hanya berkembang di tanah air.
Meskipun
bentuk dan tinggi pagar sama, hiasan pada dinding pagar ini beda motif. Dinding
kanan pintu masuk Masjid Merah dihiasi motif batik, sedangkan dinding pagar
kiri polos tanpa hiasan. Dinding itu memang sengaja dibangun demikian dan
memiliki makna khusus.
PEMBAURAN
YANG SEMPURNA. Sepeti halnya masjid Agung Sang Ciptarasa, di Masjid Merah
Panjunan inipun watak pembauran dalam arsitekturalnya sangat terasa.
Pembauran tradisi Islam, Jawa, Cina dan Eropa berbaur jadi satu menghasilkan
bangunan masjid tua yang sangat menarik dan menjadi simbol keberhasilan Islam
menyelaraskan tradisi dengan syar'i.
|
"Di
luar orang boleh berbeda, tetapi ketika memasuki ke masjid, semua orang satu
tujuan. Di dalam masjid, setiap orang harus berhati bersih dan punya satu
tujuan yang sama untuk menghadap Allah," Filosofi itu pun mewakili
perbedaan karakter Wali Songo (sembilan wali). Namun, mereka toh tetap bersatu,
berkumpul, dan berdiskusi tentang ajaran Islam.
Dinding
masjid masih dipertahankan agar tetap tampak warna asli, merah tanah liat.
dinding pagar dan dinding masjid merah tanah liat masjid selalu dipertahankan
karena dua alasan. Pertama, merah liat itu melambangkan keberanian Pangeran
Panjunan serta Wali Songo untuk mengambil keputusan.
MAKAM SANG
PANGERAN. Masjid Merah Panjunan ini juga menjadi tempat bermakamnya Pangeran
Panjunan, maka lengkaplah sudah nama Panjunan sebagai nama Desa, nama
profesi, yang juga menjadi gelar bagi Sang Pangeran.
|
Selain itu,
merah liat sebagai ciri khas dari masjid tersebut, sehingga disebut Masjid
Merah. Dari beranda masjid, ada satu pintu utama dengan ukuran kecil, hal itu
mengingatkan agar orang yang masuk ke masjid menanggalkan kesombongnya dan
dengan rendah hati menghadap Allah. Hal itu dipertegas dengan adanya tulisan
kalimat Syahadat yang digantung sebelum pintu itu. Namun, tulisan itu baru
menjadi tambahan sekitar 1980-an.
Meskipun
masjid ini difungsikan hanya untuk tempat shalat sehari-hari, tidak dipakai
untuk ibadah shalat Jumat. Namun pada saat bulan suci Ramadhan tiba, masjid ini
banyak dikunjungi para peziarah. Selain itu, menu kopi arab dan makanan ringan
khas Cirebon dan Arab menjadi suguhan wajib saat waktu berbuka tiba.
No comments:
Post a Comment