Istana
Maimoon adalah salah satu di antara warisan budaya nenek moyang kita yang masih
berdiri kokoh yang berlokasi di Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Baru, Kota
Medan, kira-kira 3 km dari Bandara Polonia dan 28 km dari pelabuhan Belawan.
Bangunan ini berdiri di atas sebidang tanah berukuran 217 x 200 m, dikelilingi
pagar besi setinggi kira-kira 1 m dan menghadap ke timur. Di sebelah baratnya
mengalir sungai Deli, sedangkan di sebelah selatannya terdapat bangunan
pertokoan dan pemukiman. Di sebelah utaranya dibatasi oleh Jalan Tanjung
Meriam, sedangkan di depannya adalah Jalan Brigjen Katamso, yang merupakan
salah satu di antara jalan protokol di kota Medan.
Sebagaimana lazimnya bangunan istana kerajaan Islam pada zaman dahulu yang selalu dikaitkan dengan masjid, kira-kira 100 m di depan Istana Maimoon terdapat bangunan Masjid Al-Mashun yang tentu saja dahulu berfungsi sebagai masjid kerajaan.
Sebagaimana lazimnya bangunan istana kerajaan Islam pada zaman dahulu yang selalu dikaitkan dengan masjid, kira-kira 100 m di depan Istana Maimoon terdapat bangunan Masjid Al-Mashun yang tentu saja dahulu berfungsi sebagai masjid kerajaan.
Masjid ini
lebih dikenal sebagai Masjid Raya Medan dan merupakan salah satu di antara
bangunan masjid yang paling indah yang berasal dari kerajaan Islam di Indonesia
masa lampau dan memperlihatkan gaya arsitektur Timur Tengah, India bahkan
Eropa. Kecuali Masjid Raya, di depan Istana Maimoon terdapat juga
bangunan-bangunan lain yang mempunyai kaitan historis dengan Istana Maimoon
karena dibangun oleh tokoh yang sama dan pada kurun waktu yang bersamaan, yaitu
Taman Sri Deli dan balai kerapatan yang sekarang sudah berubah fungsi menjadi
Kantor Bupati Tingkat II Kabupaten Deli Serdang.
Luas Istana
Maimoon 2772 m2 dan menurut denahnya dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni
bangunan induk, sayap kiri dan kanan.
Bangunan
induknya mempunyai penampil pada bagian depan dan belakang. Panjang bangunan
dari depan 75,30 m dan tingginya 14,40 m. Bangunan ini bertingkat dua yang
ditopang sekelilingnya oleh 82 buah tiang batu dan 43 buah tiang kayu dengan
lengkungan-lengkungan yang berbentuk lunas perahu terbalik dan ladam kuda.
Atapnya berbentuk limasan dan kubah, sedangkan dari segi bahannya adalah atap sirap dan tembaga (seng). Atap limasan
terdapat pada bangunan-bangunan induk, sayap kiri dan kanan. Sedangkan atap
kubah sebanyak tiga buah terdapat pada penampilan depan.
Dilihat dari
sudut arsitektur secara keseluruhan bentuk atap adalah bertingkat dua. Melalui
koridor bertangga dari batu pualam, kita dapat naik ke tingkat dua bangunan
induk yang berteras di kiri dan kanannya yang disebut anjungan. Dan melalui
gerbang dengan pintu dorong ala Eropa kita sampai pada sebuah ruangan yang
berfungsi sebagai ruang tamu. Di mana Sultan menerima tamu-tamu resminya. Di
kiri dan kanan ruang tamu, ada sebuah kamar. Kedua kamar ini dahulu merupakan
kamar kerja bagi para penjawat dan para dayang, yaitu pembantu-pembantu pria
dan wanita sultan. Melalui gerbang dengan lengkungan yang berbentuk lunas perahu
terbalik yang penuh dengan ukiran-ukiran motif floralistis dan geometris kita
memasuki ruangan induk pada bangunan induk seluas 412 m2 yang dahulu berfungsi
sebagai balairung. Ruangan ini dipakai sebagai tempat upacara penobatan raja
dan upacara adat lainnya. Dan sesuai dengan namanya di tempat inilah sultan
menerima para pembesar kesultanan lainnya.
Di sisi kiri ruangan ini terdapat singgasana sultan yang berwarna-warni,
bentuknya segi empat lengkap dengan kubahnya dan lengkungan-lengkungan runcing
pada ketiga sisinya. Balairung diterangi lampu-lampu kristal buatan Eropa. Pada
dinding-dinding ruangan terdapat hiasan dari cat minyak motif floralistis dan
geometris , ada yang distilir dan ada
yang naturalistis.
Pada
plafonnya terdapat pula motif hiasan yang sama ditempatkan pada bidang-bidang
segi empat dan segi delapan. Di samping itu, pada dinding ruangan ini pun
tergantung figura dan lukisan serta foto-foto Sultan Deli terdahulu. Yang
menarik ialah pada sudut atas bingkai cermin yang berwarna kuning emas itu
terdapat hiasan floralistis yang distilir
sedemikian rupa sehingga mengingatkan pada bentuk makara. Di atas figura cermin
atau tingkap lunas perahu terbalik
ini terdapat lubang angin (ventilasi) berbentuk bulat berterali besi di mana
menempel setangkai bunga dari kuningan.
Kombinasi tingkap-tingkap perahu terbalik dengan
lubang yang bulat serupa ini terdapat pula pada Masjid Raya di depan Istana
Maimoon. Pintu-pintu balairung berukuran tinggi dan lebar yang mengingatkan
kita pada bangunan bergaya Eropa dan di atas ambang pintu terdapat ventilasi
dengan terali besi, ada yang segi empat dan ada pula yang berbentuk lunas
perahu terbalik. Daun pintu pada umumnya dua lapis yaitu bagian luar dan dalam.
============== AYOO ....JELAJAH INDONESIA =====
No comments:
Post a Comment