Tuesday 11 April 2017

CURUG HANDEULEUM LEUWI ASIH


Perjalanan menuju curug Handeuluem Leuwi Asih kami lalui sekitar 40 menit dari rumah kediaman kami di bogor, setelah masuk Tol bogor kami keluar tol sentul, selanjutnya menuju arah jungle land, sebelum memasuki pemeriksaan karcis junggle land kami belok ke kanan, ikuti saja jalan ini kurang lebih 15 menit, kita akan sampai ke curug ini,  sampai pintu masuk kita membayar biaya masuk sebesar Rp. 10.000,- per orang dan Rp. 10.000,- untuk parkir kendaraan roda empat.

Karena kami ber 5 kami bayar sebesar Rp. 50.000,-

Petunjuk arah sangat minim disini, sepanjang perjalanan kami hanya ada satu petunjuk arah ke curug ini, namun tidak usah takut karena kita akan diarahkan oleh penduduk setempat kalau menuju curug ini.

Saya dan keluarga bersyukur ada penduduk setempat yang mau menemani kami kecurug ini, namanya ismail, anak kelas 1 smp disini, orangnya tidak banyak bicara, kalau ditanyapun jawabnya sangat singkat dan langsung menghentikan pembicaraan.
Setelah puas foto – foto kami singgah di salah satu warung disini, alhamdulilah dari pembicaraan dengan pemilik warung kami sepakati untuk melanjutkan ke goa garunggang, dan kami tetap di temani oleh ismail.

Terima kasih ismail telah mengantarkan kami untuk menikmati indahnya alam indonesia, dan betapa sempurnanya ciptaan Tuhan.


 



========  AYOOOO   JELAJAH   INDONESIA  =========

GOA GARUNGGANG

Melepas penat usai bekerja selama satu minggu penuh tentunya menjadi saat yang ditunggu-tunggu bagi orang seperti saya, yang satu minggu penuh bekerja di Propinsi Banten, Bandar Lampung dan Kalimantan Barat, bagi siapa saja yang berencana untuk mengisi liburan akhir pekan dengan menikmati nuansa alam yang menantang, maka Kabupaten Bogor bisa menjadi alternatif.

Kabupaten Bogor hingga kini masih menjadi salah satu destinasi yang tak akan habis dijelajahi, mengingat kawasan yang berada di selatan Ibu Kota Jakarta itu memiliki banyak sekali tempat wisata alam. Salah satunya adalah Situs Garunggang.
Situs Garunggang sendiri merupakan kawasan bentang alam yang tersembunyi di antara hutan di kawasan Sentul, Bogor. Kawasan ini, memiliki keunikan berupa situs batu kapur berlapis yang terbentuk jutaan tahun lalu. Lapisan-lapisan batu kapur ini terbentuk menyerupai labirin atau celah-celah selebar orang dewasa.
Akhir-akhir ini, kawasan tersebut menjadi populer setelah pengunjung mengunggah foto dan informasinya di sosial media (sosmed).

Menurut keterangan warga sekitar, nama Garunggang diambil dari bahasa Sunda "Garung" yang berarti semak belukar. Konon, Garunggang dulunya memang berupa tumpukan tanah bebatuan yang ditutupi oleh semak belukar liar. Setelah menyadari akan potensi dan manfaat kawasan tersebut, masyarakat bergotong-royong untuk membersihkan semak-semak dan menyulapnya menjadi kawasan wisata alam yang menarik.

Camping Ground, Mountain Bike dan Off Road
Kawasan ini juga kerap menjadi lokasi untuk berkemah atau 'camping' pada setiap akhir pekan. Pengunjung biasanya menghabiskan waktu sehari dua malam untuk berkemah dan kegiatan alam lainnya.
Selain itu, kawasan yang masuk dalam pemerintahan desa Tajur ini juga menjadi tempat singgah para off rider atau pehobi motor trail dan sepeda gunung atau mountain bike. Di sekitar lokasi juga terdapat warung yang menjual aneka makanan dan minuman ringan hingga toilet umum.

Pesona Goa Garunggang
Salah satu yang juga menjadikan kawasan ini menarik adalah sebuah goa yang berada dalam satu kawasan bernama Goa Garunggang. Goa ini memiliki keindahan di antara lorong-lorong hingga stalaktit (batangan kapur yang terdapat pada langit-langit gua dengan ujung meruncing ke bawah) dan stalagmit (susunan batu kapur berbentuk kerucut berdiri tegak di lantai gua) yang menarik. Warga yang merupakan pengelola, telah menyediakan anak tangga untuk memasuki goa yang masih dihuni oleh kawanan kelelawar.

Di dalam goa juga terdapat aliran sungai dari dalam tanah. Untuk masuk ke dalam goa, tentunya pengunjung disarankan menggunakan pengaman dan penerangan berupa helm, cover (baju khusus caving), sepatu boot atau sandal gunung juga senter.
Aliran sungai bawah tanah dan tetesan air dari atap goa menambah kesan tersendiri bagi siapa saja yang masuk ke dalamnya. Disarankan bagi pengunjung untuk tidak menyentuh stalaktit dan stalagmit di dalam goa, apa lagi mengambilnya, karena proses pembentukannya memakan waktu yang sangat lama.

Ekowisata
Selain sebagai tempat wisata, Situs Garunggang juga dilestarikan guna menjaga keseimbangan alam. Berangkat dari kesadaran lingkungan, upaya untuk menjaga kelestarian oleh swadaya masyarakat dalam hal ini diwakilkan oleh penjaga situs, seorang tetua bernama Pak Ajum atau biasa dikenal dengan Abah Ajum. Beliau yang selama ini dipercaya oleh warga untuk merawat dan menjaga kawasan tersebut agar bisa dinikmati siapa saja dalam jangka panjang.
Kebersihan dan penghijauan menjadi fokus utama kakek 75 tahun yang sudah sejak 2007 tahun lalu telah membuka dan merawat kawasan tersebut. Para pengunjung diharapkan tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak alam saat berkunjung.
"Abah Ajum sempat berbicara dengan kami namun menggunakan bahasa sunda, kami tidak mengerti apa yang disampaikan oleh beliau, kami hanya senyum dan bersalaman dengan beliau”.
Selain menjaga situs, Abah Ajum juga menanam beberapa jenis tanaman heterogen seperti pohon mahoni, beringin, akasia, sengon, jati juga tanaman pangan seperti ketela pohon, pisang, kluwek dan beberapa jenis tanaman obat.

Rute Menuju Lokasi
Untuk mencapai lokasi situs memang membutuhkan perjuangan yang tidak gampang. Rute yang paling mudah dilalui adalah dengan melewati jalur Bogor menuju kawasan wisata "The Jungle Land" sebelum menuju Goa kami terlebih dahulu ke mampir dan menikmati keindahan dan kesejukan curug Handeuluem Leuwi Asih.
Dari curug Handeuluem Leuwi Asih kami berjalan kaki menuju Goa, kami menggunakan  guide (pemandu wisata) warga lokal yang bernama Ismail, dengan tarif sukarela. Disarankan memang untuk memakai jasa pemandu wisata mengingat rute untuk menuju lokasi situs masih minim penunjuk arah dan melewati medan yang cukup menguras tenaga.
Sepanjang perjalanan kami menemukan pemandangan yang sangat Indah, beberapa tempat kami selfie dulu.
Sebenarnya ada dua jalur yang bisa ditempuh, yakni dengan berjalan kaki dari pintu masuk atau dengan sepeda motor. Akan tetapi tidak disarankan menggunakan sepeda motor apabila hujan, dikarenakan medan akan licin dan berlumpur sehingga sulit untuk dilalui.
Pemandangan perbukitan Sentul Bogor yang eksotis akan menyapa pengunjung dalam perjalanan menuju situs. Lahan persawahan, perkebunan milik warga hingga hutan pinus menenami setiap langkah.
Karena medannya berupa bukit yang terdiri dari tanjakan dan turunan, maka disarankan bagi pengunjung untuk menggunakan alas kaki yang sesuai untuk tracking. Perjalanan dari pintu masuk menuju situs bisa ditempuh sekitar satu hingga dua jam jalan kaki atau 30 menit menggunakan sepeda motor.


 








=========  AYOOOO  JELAJAH  INDONESIA =======




CURUG CIHERANG JONGGOL

Jawa Barat memiliki keindahan alam yang menjadi modal besar untuk pariwisata. Kota Hujan ini memiliki banyak destinasi wisata alam terutama wisata alam pegunungan.
Bogor yang merupakan daerah di kaki Gunung Gede dan Salak ini memiliki "seribu" curug. Sehingga, tak heran ada yang menyebut kota ini juga sebagai "Kota Seribu Curug" atau surganya wisata curug. Salah satu curug indah tujuan wisata di Bogor yaitu Curug Ciherang yang ada di jonggol.
Curug Ciherang terletak Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Curug ini memiliki ketinggian kurang lebih 30 meter. Di Curug Ciherang, Anda bisa menikmati keindahan ketinggian dengan naik ke rumah pohon yang terletak di kawasan curug.
Perjalanan saya dan keluarga melalui Tol Jagorawi dan ke luar Citerup, waktu tempuh dari rumah ke lokasi parkiran 1.30 menit, Perlu berjalan menanjak untuk mencapai rumah pohon dari pintu masuk kawasan wisata Curug Ciherang. Perjalanan di jalan setapak tentu tak sedikit membutuhkan tenaga. Perlu tenaga ekstra untuk mencapai rumah pohon. Jalanan sudah dibuat sedemikian rupa sehingga nyaman dan aman untuk para pelancong. Jalanan ini merupakan trek yang sengaja dibuat menggunakan batu-batu dengan susunan rapi.
Rumah pohon dibangun di atas pohon besar. Pohon ini terletak di tebing sehingga bagian bawahnya merupakan jurang cukup dalam. Sebuah bangunan kayu sengaja dibangun di atas pohon sebagai tempat singgah atau sekadar berfoto sebelum sampai di curug. Rumah pohon dihubungkan dengan sebuah jembatan.
Rumah pohon ini yang kemudian tenar di kalangan para pelancong ke Curug Ciherang. Terutama spot berselfie di jembatan, dengan latar belakang rumah pohon, dan tentu saja latar alami lembah di bagian bawah menjadi favorit wisatawan. Dan, deretan gunung menghijau di sekitarnya merupakan pemandangan yang indah.
Rumah pohon terletak di jalan masuk menuju Curug Ciherang. "Ciherang" adalah bahasa Sunda untuk air jernih. Curug Ciherang berarti air terjun (air) jernih. Anda perlu meneruskan perjalanan untuk sampai ke curug dari rumah pohon. Jalanan ke Curug Ciherang naik-turun. Keindahan dan suasana asri Curug Ciherang akan membayar rasa lelah Anda.
Kawasan wisata Curug Ciherang sangat asri dengan nuansa pegunungan. Kawasan wisata ini terletak di ketinggian kurang lebih 900 mdpl. Untuk mencapai lokasi, Anda bisa menempur perjalanan dari Jonggol. Dari Alun-alun Jonggol mengambil jalur kanan menuju Sukamakmur. Dari pertigaan Sukamakmur kemudian mengambil arah ke kiri mengikuti jalur hingga sampai di lokasi, dengan jarak kurang lebih 6 kilometer.
Curug Ciherang saat ini terus dikelola dan dipromosikan sebagai destinasi wisata alam andalan di Bogor. Jika Anda ingin menghabiskan waktu libur di Bogor, Curug Ciherang merupakan salah satu yang bisa menjadi tujuan perjalanan Anda.
Alhamdulilah kami bertemu dengan pengelola tempat ini, namanya pak Yudho, menurut beliau tempat ini belum selesai masih dilakukan pembangunan, beliau sudah menghabiskan biaya 4 M, seneng melihat cita – cita beliau,....ingin membahagiakan orang banyak.



 ======  AYOOOO  JELAJAH  INDONESIA =====





PASURUAN

Kota Pasuruan adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak 60 km sebelah tenggara Surabaya, ibu kota provinsi Jawa Timur dan 355 km sebelah barat laut Denpasar, Bali. Seluruh wilayah Kota Pasuruan berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan. Kota Pasuruan berada di jalur utama pantai utara yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Bali yang menjadikannya sebagai kota dengan prospek ekonomi yang besar di kawasan Indonesia bagian timur.
Pasuruan adalah sebuah kota pelabuhan kuno. Pada zaman Kerajaan Airlangga, Pasuruan sudah dikenal dengan sebutan "Paravan" . Pada masa lalu, daerah ini merupakan pelabuhan yang sangat ramai. Letak geografisnya yang strategis menjadikan Pasuruan sebagai pelabuhan transit dan pasar perdagangan antar pulau serta antar negara. Banyak bangsawan dan saudagar kaya yang menetap di Pasuruan untuk melakukan perdagangan. Hal ini membuat kemajemukan bangsa dan suku bangsa di Pasuruan terjalin dengan baik dan damai.
Pasuruan yang dahulu disebut Gembong merupakan daerah yang cukup lama dikuasai oleh raja-raja Jawa Timur yang beragama Hindu. Pada dasawarsa pertama abad XVI yang menjadi raja di Gamda (Pasuruan) adalah Pate Supetak, yang dalam babad Pasuruan disebutkan sebagai pendiri ibukota Pasuruan.
Menurut kronik Jawa tentang penaklukan oleh Sultan Trenggono dari Demak, Pasuruan berhasil ditaklukan pada tahun 1545. Sejak saat itu Pasuruan menjadi kekuatan Islam yang penting di ujung timur Jawa. Pada tahun-tahun berikutnya terjadi perang dengan kerajaan Blambangan yang masih beragama Hindu-Budha. Pada tahun 1601 ibukota Blambangan dapat direbut oleh Pasuruan.
Pada tahun 1617-1645 yang berkuasa di Pasuruan adalah seorang Tumenggung dari Kapulungan yakni Kiai Gede Kapoeloengan yang bergelar Kiai Gedee Dermoyudho I. Berikutnya Pasuruan mendapat serangan dari Kertosuro sehingga Pasuruan jatuh dan Kiai Gedee Kapoeloengan melarikan diri ke Surabaya hingga meninggal dunia dan dimakamkan di Pemakaman Bibis (Surabaya).
Selanjutnya yang menjadi raja adalah putra Kiai Gedee Dermoyudho I yang bergelar Kiai Gedee Dermoyudho II (1645-1657). Pada tahun 1657 Kiai Gedee Dermoyudho II mendapat serangan dari Mas Pekik (Surabaya), sehingga Kiai Gedee Dermoyudho II meninggal dan dimakamkan di Kampung Dermoyudho, Kelurahan Purworejo, Kota Pasuruan. Mas Pekik memerintah dengan gelar Kiai Dermoyudho (III) hingga meninggal dunia pada tahun 1671 dan diganti oleh putranya, Kiai Onggojoyo dari Surabaya (1671-1686).
Kiai Onggojoyo kemudian harus menyerahkan kekuasaanya kepada Untung Suropati. Untung Suropati adalah seorang budak belian yang berjuang menentang Belanda, pada saat itu Untung Suropati sedang berada di Mataram setelah berhasil membunuh Kapten Tack. Untuk menghindari kecurigaan Belanda, pada tanggal 8 Februari 1686, Pangeran Nerangkusuma yang telah mendapat restu dari Amangkurat I (Mataram) memerintahkan Untung Suropati berangkat ke Pasuruan untuk menjadi adipati (raja) dengan menguasai daerah Pasuruan dan sekitarnya.
Untung Suropati menjadi raja di Pasuruan dengan gelar Raden Adipati Wironegoro. Selama 20 tahun pemerintahan Suropati (1686-1706) dipenuhi dengan pertempuran-pertempuran melawan tentara Kompeni Belanda. Namun demikian dia masih sempat menjalankan pemerintahan dengan baik serta senantiasa membangkitkan semangat juang pada rakyatnya.
Pemerintah Belanda terus berusaha menumpas perjuangan Untung Suropati, setelah beberapa kali mengalami kegagalan. Belanda kemudian bekerja sama dengan putra Kiai Onggojoyo yang juga bernama Onggojoyo untuk menyerang Untung Suropati. Mendapat serangan dari Onggojoyo yang dibantu oleh tentara Belanda, Untung Suropati terdesak dan mengalami luka berat hingga meninggal dunia (1706). Belum diketahui secara pasti dimana letak makam Untung Suropati, namun dapat ditemui sebuah petilasan berupa gua tempat persembunyiannya pada saat dikejar oleh tentara Belanda di Pedukuhan Mancilan, Kota Pasuruan.
Sepeninggal Untung Suropati kendali kerajaan dilanjutkan oleh putranya yang bernama Rakhmad yang meneruskan perjuangan sampai ke timur dan akhirnya gugur di medan pertempuran (1707).
Onggojoyo yang bergelar Dermoyudho (IV) kemudian menjadi Adipati Pasuruan (1707). Setelah beberapa kali berganti pimpinan pada tahun 1743 Pasuruan dikuasai oleh Raden Ario Wironegoro. Pada saat Raden Ario Wironegoro menjadi Adipati di Pasuruan, yang menjadi patihnya adalah Kiai Ngabai Wongsonegoro.
Suatu ketika Belanda berhasil membujuk Patih Kiai Ngabai Wongsonegoro untuk menggulingkan pemerintahan Raden Ario Wironegoro. Raden Ario dapat meloloskan diri dan melarikan diri ke Malang. Sejak saat itu seluruh kekuasaan di Pasuruan dipegang oleh Belanda. Belanda menganggap Pasuruan sebagai kota bandar yang cukup penting sehingga menjadikannya sebagai ibukota karesidenan dengan wilayah: Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Bangil.
Karena jasanya terhadap Belanda, Kiai Ngabai Wongsonegoro diangkat menjadi Bupati Pasuruan dengan gelar Tumenggung Nitinegoro. Kiai Ngabai Wongsonegoro juga diberi hadiah seorang putri dari selir Kanjeng Susuhunan Pakubuono II dari Kertosuro yang bernama Raden Ayu Berie yang merupakan keturunan dari Sunan Ampel, Surabaya. Pada saat dihadiahkan, Raden Ayu Berie dalam keadaan hamil, dia kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki yang bernama Raden Groedo. Saat Kiai Ngabai Wongsonegoro meninggal dunia, Raden Groedo yang masih berusia 11 tahun menggantikan kedudukannya menjadi Bupati Pasuruan dengan gelar Kiai Adipati Nitiadiningrat (Berdasarkan Resolusi tanggal 27 Juli 1751).
Adipati Nitiadiningrat menjadi Bupati di Pasuruan selama 48 tahun (hingga 8 November 1799). Adipati Nitiadiningrat (I) dikenal sebagai Bupati yang cakap, teguh pendirian, setia kepada rakyatnya, namun pandai mengambil hati Pemerintah Belanda. Karya besarnya antara lain mendirikan Masjid Agung Al Anwar bersama-sama Kiai Hasan Sanusi (Mbah Slagah).
Raden Beji Notokoesoemo menjadi bupati menggantikan ayahnya sesuai Besluit tanggal 28 Februari 1800 dengan gelar Toemenggoeng Nitiadiningrat II. Pada tahun 1809, Toemenggoeng Nitiadiningrat II digantikan oleh putranya yakni Raden Pandjie Brongtokoesoemo dengan gelar Raden Adipati Nitiadiningrat III. Raden Adipati Nitiadiningrat III meninggal pada tanggal 30 Januari 1833 dan dimakamkan di belakang Masjid Al Anwar. Penggantinya adalah Raden Amoen Raden Tumenggung Ario Notokoesoemo dengan gelar Raden Tumenggung Ario Nitiadiningrat IV yang meninggal dunia tanggal 20 Juli 1887. Kiai Nitiadiningrat I sampai Kiai Nitiadiningrat IV lebih dikenal oleh masyarakat Pasuruan dengan sebutan Mbah Surga-Surgi.
Pemerintahan Pasuruan sudah ada sejak Kiai Dermoyudho I hingga dibentuknya Residensi Pasuruan pada tanggal 1 Januari 1901. Sedangkan Kotapraja (Gementee) Pasuruan terbentuk berdasarkan Staatblat 1918 No.320 dengan nama Stads Gemeente Van Pasoeroean pada tanggal 20 Juni 1918.
Sejak tanggal 14 Agustus 1950 dinyatakan Kotamadya Pasuruan sebagai daerah otonom yang terdiri dari desa dalam 1 kecamatan. Pada tanggal 21 Desember 1982 Kotamadya Pasuruan diperluas menjadi 3 kecamatan dengan 19 kelurahan dan 15 desa. Pada tanggal 12 Januari 2002 terjadi perubahan status desa menjadi kelurahan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2002, dengan demikian wilayah Kota Pasuruan terbagi menjadi 34 kelurahan. Berdasarkan UU no.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah terjadi perubahan nama dari kotamadya menjadi kota maka Kotamadya Pasuruan berubah menjadi Kota Pasuruan.
Saya beberpa ke pasuruan tapi ingin upload foto ini aja.....asyik kayaknya.

===========  AYOOOO  JELAJAH  INDONESIA  ========




JEMBER

Kabupaten Jember adalah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia yang beribukota di Jember. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Bondowoso di utara, Kabupaten Banyuwangi di timur, Samudera Hindia di selatan, dan Kabupaten Lumajang di barat. Kabupaten Jember terdiri dari 31 kecamatan. Kabupaten Jember terletak di wilayah Tapal Kuda, Jawa Timur.
Jember dahulu merupakan kota administratif, namun sejak tahun 2001 istilah kota administratif dihapus, sehingga Kota Administratif Jember kembali menjadi bagian dari Kabupaten Jember. Hari jadi Kabupaten Jember diperingati setiap tanggal 1 Januari.
Kabupaten Jember dibentuk berdasarkan Staatsblad Nomor 322 tanggal 9 Agustus 1928 dan sebagai dasar hukum mulai berlaku tanggal 1 Januari 1929. Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan ketentuan tentang penataan kembali pemerintah desentralisasi di wilayah Provinsi Jawa Timur, antara lain dengan menunjuk Regenschap Djember sebagai masyarakat kesatuan hukum yang berdiri sendiri. Secara resmi ketentuan tersebut diterbitkan oleh Sekretaris Umum Pemerintah Hindia Belanda (De Aglemeene Secretaris) G.R. Erdbrink, 21 Agustus 1928.
Pemerintah Regenschap Jember yang semula terbagi dalam tujuh Wilayah Distrik, pada tanggal 1 Januari 1929 sejak berlakunya Staatsblad No. 46/1941 tanggal 1 Maret 1941 Wilayah Distrik dipecah menjadi 25 Onderdistrik, yaitu:
  • Distrik Jember, meliputi onderdistrik Jember, Wirolegi, dan Arjasa.
  • Distrik Kalisat, meliputi onderdistrik Kalisat, Ledokombo, Sumberjambe, dan Sukowono.
  • Distrik Rambipuji, meliputi onderdistrik Rambipuji, Panti, Mangli, dan Jenggawah.
  • Distrik Mayang, meliputi onderdistrik Mayang, Silo, Mumbulsari, dan Tempurejo.
  • Distrik Tanggul meliputi onderdistrik Tanggul, Sumberbaru, dan Bangsalsari.
  • Distrik Puger, meliputi onderdistrik Puger, Kencong Gumukmas, dan Umbulsari.
  • Distrik Wuluhan, meliputi onderdistrik Wuluhan, Ambulu, dan Balung.
Berdasarkan Undang Undang No. 12/1950 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten di Jawa Timur, ditetapkan pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Timur (dengan Perda), antara lain Daerah Kabupaten Jember ditetapkan menjadi Kabupaten Jember.
Dengan dasar Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1976 tanggal 19 April 1976, dibentuklah Wilayah Kota Jember dengan penataan wilayah-wilayah baru sebagai berikut:
  • Kacamatan Jember dihapus, dan dibentuk tiga kecamatan baru, masing-masing Sumbersari, Patrang dan Kaliwates.
  • Kecamatan Wirolegi menjadi Kecamatan Pakusari dan Kecamatan Mangli menjadi Kecamatan Sukorambi.
Bersamaan dengan pembentukan Kota Administratif Jember, wilayah Kewedanan Jember bergeser pula dari Jember ke Arjasa dengan wilayah kerja meliputi Arjasa, Pakusari, dan Sukowono yang sebelumnya masuk Distrik Kalisat. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, pada perkembangan berikutnya, secara administratif Kabupaten Jember saat itu terbagi menjadi tujuh Wilayah Pembantu Bupati, satu wilayah Kota Administratif, dan 31 Kecamatan.
Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah sejak 1 Januari 2001 sebagai tuntutan No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kabupaten Jember telah melakukan penataan kelembagaan dan struktur organisasi, termasuk penghapusan lembaga Pembantu Bupati yang kini menjadi Kantor Koordinasi Camat. Selanjutnya, dalam menjalankan roda pemerintah di era Otonomi Daerah ini Pemerintah Kabupaten Jember dibantu empat Kantor Koordinasi Camat, yakni:
  • Kantor Koordinasi Camat Jember Barat di Tanggul
  • Kantor Koordinasi Camat Jember Selatan di Balung
  • Kantor Koordinasi Camat Jember Tengah di Rambipuji
  • Kantor Koordinasi Camat Jember Timur di Kalisat
Jember memiliki luas 3.293,34 Km2 dengan ketinggian antara 0 - 3.330 mdpl. Iklim Kabupaten Jember adalah tropis dengan kisaran suhu antara 23oC - 32oC. Bagian selatan wilayah Kabupaten Jember adalah dataran rendah dengan titik terluarnya adalah Pulau Barong. Pada kawasan ini terdapat Taman Nasional Meru Betiri yang berbatasan dengan wilayah administratif Kabupaten Banyuwangi. Bagian barat laut (berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo adalah pegunungan, bagian dari Pegunungan Iyang, dengan puncaknya Gunung Argopuro (3.088 m). Bagian timur merupakan bagian dari rangkaian Dataran Tinggi Ijen. Jember memiliki beberapa sungai antara lain Sungai Bedadung yang bersumber dari Pegunungan Iyang di bagian Tengah, Sungai Mayang yang persumber dari Pegunungan Raung di bagian timur, dan Sungai Bondoyudo yang bersumber dari Pegunungan Semeru di bagian barat.
·           Stasiun Jember merupakan stasiun terbesar di Kabupaten ini, dan merupakan pusat dari Daops IX Jember yang mengatur stasiun dari Pasuruan hingga Banyuwangi. Di samping stasiun-stasiun kecil lainnya di Tanggul, Rambipuji, dan Kalisat. Jember dilintasi jalur kereta api, yang menghubungkan Jember dengan kota-kota lain di Pulau Jawa, yaitu Purwokerto, Yogyakarta, Solo, Madiun, Surabaya, Malang, Probolinggo dan Banyuwangi. Di Jember juga terdapat stasiun-stasiun kecil seperti Bangsalsari, Mangli, Arjasa, Kotok, Ledokombo, Sempolan, Garahan. Stasiun ini hanya digunakan ketika terjadi persilangan kereta api dan hanya digunakan oleh kereta api ekonomi seperti Probowangi (Surabaya-Barnyuwangi) dan kereta Pandanwangi (Jember-Banyuwangi). Jalur kereta api Kalisat-Situbondo kini tidak lagi beroperasi.
·           Terminal bus Tawang Alun merupakan terminal utama yang melayani jalur Surabaya - Jember-Banyuwangi (lewat Tanggul), Surabaya-Jember-Banyuwangi (lewat Kencong-Balung dan atau Ambulu) yang juga melewati kota Lumajang. Terminal ini juga melayani jalur Bus Patas (cepat terbatas) Jember-Yogya, Jember-Surabaya, Jember-Malang, serta Jember-Denpasar. Untuk jalur Jember-Bondowoso-Situbondo dilayani oleh Terminal Bus "ARJASA" yang terletak di Kecamatan Arjasa. Baru-baru ini, di Kecamatan Ambulu yang terletak di Jember bagian selatan juga dibangun Terminal, yang menyediakan jalur Ambulu-Kencong-Lumajang-Pasuruan-Surabaya dan Malang. Selain itu terdapat pula terminal-terminal kecil yang dihubungkan oleh angkutan antar dalam kota (Lyn) seperti Terminal Ajung, Terminal Arjasa dan Terminal Pakusari. Bus Kota dapat ditemui di Kota Jember yang menghubungkan Terminal Tawang Alun - Terminal Arjasa (Kode Trayek "A" dan "B") dan Terminal Tawang Alun-Terminal Pakusari (Kode Trayek "D" dan "E"). Jasa taksi dengan Argometer juga banyak ditemui di Kota ini.
·           Bandar Udara Notohadinegoro (JBB) yang terletak di Desa Wirowongso, Kecamatan Ajung. Garuda Indonesia di bandara ini melayani rute Jember (JBB)-Surabaya (SUB) vv. dengan frekuensi penerbangan 10 kali dalam seminggu. Sedangkan Susi Air melayani rute Jember (JBB) - Sumenep (SUP) vv. dengan frekuensi penerbangan 1 kali dalam seminggu.
Mayoritas penduduk Kabupaten Jember terdiri atas suku Jawa dan suku Madura, dan sebagian besar beragama Islam. Selain itu terdapat warga Tionghoa dan Suku Osing. Rata rata penduduk Jember adalah masyarakat pendatang. Suku Madura dominan di daerah utara dan Suku Jawa di daerah selatan dan pesisir pantai. Bahasa Jawa dan Madura digunakan di banyak tempat, sehingga umum bagi masyarakat di Jember menguasai dua bahasa daerah tersebut dan juga saling pengaruh tersebut memunculkan beberapa ungkapan khas Jember.Percampuran kedua kebudayaan Jawa dan Madura di Kabupaten Jember melahirkan satu kebudayaan baru yang bernama budaya Pendalungan. Masyarakat Pendalungan di Jember mempunyai karakteristik yang unik sebagai hasil dari penetrasi kedua budaya tersebut. Kesenian Can Macanan Kaduk merupakan satu hasil budaya masyarakat Pendalungan yang masih bertahan sampai sekarang di kabupaten Jember. Jember berpenduduk 2.529.967 jiwa (JDA, BPS 2013) dengan kepadatan rata-rata 787,47 jiwa/km2

Beberapa kali melakukan aktifitas di jember, sayang dokumentasi disana banyak yang hilang, yang tersisa ini saja..... 

=====   AYOOOO  JELAJAH  INDONESIA  =====