Monday 27 November 2017

GUNUNG MAHAWU

Di puncak Mahawu ini, wisatawan selain melihat kedalaman kawah dan berjalan mengelilingi pinggiran kawah, pemandangan ekstotis di sekitarnya juga bisa dinikmati.
Pemandangan jelas kawah Gunung Lokon, gunung Manado Tua, pulau Bunaken, Kota dan teluk Manado, gunung Klabat, Danau dan kota Tondano, serta kota Tomohon akan terlihat jika wisatawan mengelilingi jalan setapak di bibir kawah.
Berada di puncak ini, serasa telah menaklukkan sebagian Sulawesi Utara.
Untuk mengelilingi bibir kawah ini, jalan setapak telah dibeton.
Saya dan istri serta sahabat saya yudhi dan istri, tidak ikut rombongan Pramuka yang lain, yang sedang menikmati bunaken, kami mendaki Gunung Mahawu di Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menjadi alternatif bagi kami untuk menikmati keindahan puncak bukit, ini salah satu tujuan wisatawan setelah Gunung Lokon ditetapkan pusat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi berstatus siaga pada level III.
Saat kami menuju  puncak kawah Gunung Mahawu kami hanya bertemu dengan beberapa orang saja yang sedang menurunin anak tangga, dan memberikan semangat kepada kami agar tetap semangat dan terus mendaki dan mengatakan di atas pemandangannya sangat indah, sesampai di puncak kami bertemu dengan sepasang turis dari Belanda, kami berkenalan sejenak dan berfoto bersama, turis mancanegara juga mengagumi pemandangan alam dari puncak gunung tersebut.
Setelah puas ber foto ria kami, merasa cukup dan menuruni anak tangga, saat kami turun kami bertemu dengan beberapa pengunjung yang mendaki, kini giliran kami lagi yang memberikan semangat kepada mereka.


==========AYOOO JELAJAH INDONESIA =======





MAKAM TEUNGKU IMAMBONJOL

Alhamdulilah, saat acara Temu Nasional Mantan Pengurus Dewan Kerja Gerakan Pramuka Tahun 2017 yang diadakan di Manado, kami menyempatkan diri untuk mengunjungi makam Pahlawan Nasional Tuanku Imam Bonjol, Kisah tentang perjuangan Tuanku Imam Bonjol sudah kita ketahui bersama baik pada buku buku sejarah kepahlawanan, maupun cerita cerita tentang pahlawan nasional, beliau terus melawan kolonial Belanda meski harus diasingkan ke berbagai pelosok nusantara. Ulama besar dari Minangkabau itu menghembuskan napas terakhirnya pada 6 Nopember 1864, di sebuah desa kecil bernama Lotta, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara.
"Tuanku Imam Bonjol tidak mau menyerah pada Belanda. Dia rela diasingkan, dari pada harus berhianat pada bangsanya. Hingga akhirnya dia wafat di Lotta ini.
Perjalanan yang ditempuh dari Manado, ibu kota Provinsi Sulawesi Utara ke lokasi makam Imam Bonjol memakan waktu sekitar 30 menit dengan kendaraan bermotor. Makamnya kini dijaga oleh keturunan pengawal setia Imam Bonjol bernama Apolos Minggu. Abdul Mutalib adalah generasi kelima Apolos Minggu.
"Ibu saya Ainun Minggu (80) adalah keturunan keempat dari Apolos Minggu. Apolos ketika itu menikahi gadis Minahasa bernama Mency Parengkuan. Dari situ kemudian lahirlah keturunan-keturunan berikutnya," ujar Abdul. 
Mency yang bernama lahir Wilhelmina Parengkuan adalah gadis cantik putri Mayor Kakaskasen di Lota, Paul Frederik Parengkuan. Mendengar informasi putrinya bakal diculik para pekerja tambang, Paul memilih untuk menikahkan Menci dengan Apolos Minggu.
"Menci masuk Islam dan bernama Yunansi, yang lantas menurunkan generasi hingga sekarang ini, sudah tujuh generasi," tutur Abdul.
Dia mengatakan, dalam pengasingan itu Tuanku Imam Bonjol tidak menikah. "Sehingga yang ada saat ini adalah keturunan dari pengawal yang bernama Apolos tadi," ujar Abdul.
Dari sejumlah cerita yang berkembang serta beberapa literatur, Apolos disebutkan seorang kopral yang setia terhadap Imam Bonjol. Dia sebenarnya berasal dari Maluku yang bertemu saat Imam Bonjol diasingkan ke Ambon, sebelum akhirnya dibuang dan wafat di Minahasa.
Makam Imam Bonjol berada di lahan seluas 75 meter x 20 meter. Suasana di makam ini sejuk sebab terlindung pepohonan rimbun. Pusara Imam Bonjol berada dalam bangunan berbentuk rumah adat Minangkabau, berukuran 15 meter x 7 meter. 

"Ini satu-satunya bangunan di Minahasa dengan model rumah adat Minangkabau. Ditambah tulisan-tulisan huruf Arab yang menghiasi bangunan ini," ujar Abdul, yang kesehariannya dipanggil Popa ini.

Pada bagian belakang bangunan makam mengalir Sungai Malalayang. Dengan menuruni sedikitnya 74 anak tangga dan jalan yang berkelok-kelok di tepian sungai, terdapat sebuah bangunan yang dulunya dipakai Imam Bonjol sebagai tempat melaksanakan salat. 
"Kini tempat itu dijadikan mushala bagi para peziarah yang melakukan shalat. Meski memang di seberang jalan, berhadapan dengan kompleks makam juga berdiri sebuah mesjid yang dinamakan masjid Imam Bonjol.
Kini di kompleks sekitar makam Tuanku Imam Bonjol, terdapat sedikitnya 20 kepala keluarga. Merekalah yang setiap hari mengurus keberadaan makam Imam Bonjol. 
"Kami semua punya garis keturunan yang sama dari Apolos Minggu. Keluarga-keluarga ini yang membentuk komunitas Islam di Lotta, dan kemudian menyebar ke Pineleng sebagai pusat kecamatan," tutur dia.
Atas jasa-jasanya, Tuanku Imam Bonjol diberikan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973. Meski demikian, kepedulian pemerintah terhadap keberadaan makam itu sangat kurang. 
"Kami keluarga yang berusaha tetap merawat dan menjaganya. Tidak ada perhatian dari Pemerintah Sulawesi utara, padahal makam ini banyak dikunjungi warga dari luar Sulawesi Utara," ujar Papo.

Untuk biaya perawatan, terdapat dua kotak amal di bagian depan makam. Meski tidak semua pengunjung yang datang memberikan sumbangan, hal itu tidak menyurutkan semangat Papo dan keluarganya untuk menjaga makam itu. 
Pada era pemerintahan Gubernur Sinyo Sarundajang periode 2010-2015, sempat muncul rencana dari keluarga Imam Bonjol untuk memindahkan makam itu ke tanah kelahirannya di Sumatera Barat. Wacana itu ditentang warga, begitu pun dengan Sinyo. 
Sinyo berpendapat, Imam Bonjol sudah menjadi ”orang Minahasa” karena sempat hidup di Lota, Pineleng, selama sekitar 20 tahun sebelum wafat pada 6 November 1864.
"Tuanku Imam Bonjol juga pahlawan kami. Pemerintah Provinsi Sulut sudah menganggarkan dana untuk renovasi makamnya," kata Sinyo ketika itu.
Pria pensiunan salah satu BUMN ini itu mengatakan Tuanku Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, pada 1772. Dia seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda.

Tuanku Imam Bonjol juga berperang melawan kaum adat untuk menegakkan nilai-nilai Islam, dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri pada 1803-1838. 
"Ada nilai sejarah, cinta tanah air dan nilai agama yang bisa kita pelajari dan teladani dari Imam Bonjol. Melalui makam ini, nilai itu bisa selalu kita jaga," ujar Papo yang hari itu menggantikan peran ibunya yang sakit.
Saya bersama sahabat pramuka Yudhi Basrie dan Nana istrinya, sempat berselfie dan mendoakan beliau, agar di terima Allah amal perbuatan dan jasa beliau serta di ampuni segala dosa dan kesalahan beliau.





========== AYOOO JELAJAH  INDONESIA  =========











Friday 13 October 2017

JEMBATAN TAYAN

Beberapa kali ke Sintang melalui Pontianak jalan darat, belum sempat mampir ke Jembatan Tayan, Jembatan ini merupakan jembatan terpanjang ke Tiga di Indonesia, setelah jembatan suramadu di Jawa Timur dan Jembatan Pasupati di Bandung, di resmikan pada tanggal 22 Maret 2016. Memang ada sedikit permasalah setelah diresmikan jembatan ini, masalahnya terkait pemberian nama jembatan. namanya Jembatan Kapuas Tayan atau dikenal dengan Jembatan Tayan. Diberi nama demikian karena jembatan ini membentang di atas Sungai Kapuas.
 "Kami warga Tayan sangat berterima kasih dengan peresmian jembatan ini. Jembatan ini merupakan mimpi panjang masyarakat Tayan. Namun pemberian nama jembatan sayangnya kurang mempertimbangkan masyarakat Tayan," kata Raja Tayan, Gusti Yusri, Saret 2016
Raja yang bergelar Pakunegara XIV ini menyatakan, Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, seharusnya mempertimbangkan usulan nama yang diinginkan warga Tayan.
"Setidaknya ada tiga nama jembatan yang diusulkan oleh masyarakat Tayan, yaitu Permata, akronim dari Persaudaraan Masyarakat Tayan, Jembatan Pusaka Piasa Pulau Kawat dan ketiga, Gusti Lekar Ucik Periok, yang merupakan istri dari raja pertama Tayan," kata Gusti.
Istri Raja Tayan pertama merupakan suku Dayak. "Kalau kita berpikir historisnya, jadi jembatan ini mengakomodir dua suku dominan di Kalbar yakni Melayu dan Dayak," katanya. Secara geografis, jembatan ini juga menghubungkan antara dua wilayah dengan suku yang heterogen.
Gusti menambahkan, jembatan ini urat nadi yang menghubungkan seluruh Kalimantan melalui jalan lintas Kalimantan. Selain itu, Pemerintah harus segera menyusun tata ruang agar lingkungan tidak semrawut.
"Karena gejala-gejala sudah ada. Jika tata ruang kota Tayan sudah rampung, Tayan akan menjadi sentralnya," katanya. Potensi Tayan sendiri adalah keberadaan pabrik Alumina milik PT Antam. Selain itu, ada pula Keraton Tayan yang bangunannya masih relatif asli sejak jaman Jepang. Di depannya mengalir Sungai Kapuas yang merupakan alur nadi transportasi utama sejak jaman dulu.


===========AYOOO  JELAJAH  INDONESIA ============




KESULTANAN SINTANG

Kota Sintang di Kalimantan Barat menawarkan wisata sejarah dan alam, namun belum banyak dikenal wisatawan. Padahal di sini ada Istana Kesultanan Sintang dan Bukit Batu Kelam yang asal-usulnya misterius.
2 lokasi utama wisatawan di Sintang yakni kawasan bukit bernama Batu Kelam dan istana Kesultanan Sintang. Menurut legenda warga setempat, bukit batu berwarna hitam pekat itu dibawa oleh seorang bujang kelam yang tidak pakai celana.
Putri Dara Juanti yang terkenal dalam sejarah kerajaan sintang yang membawa perhubungan dengan tanah jawa. Dalam sejarahnya Dara Juanti berlayar ke tanah Jawa untuk membebaskan saudaranya Demong Nutup (di jawa dikenal dengan nama Adipati Sumintang) yang ditawan oleh salah satu kerajaan di Jawa. Singkat cerita, di pelabuhan tuban Dara Juanti di hadang oleh prajurit kerajaan dan merupakan pertemuan pertama dengan seorang Patih dari Majapahit yaitu Patih Logender. Dari pertemuan itulah yang membuat hubungan keduanya semakin dekat, dan kemudian Patih Logender pergi ke Kerajaan Sintang untuk melamar Dara Juanti.
Pada masa pemerintahan Sultan Nata, banyak terjadi kemajuan di Kesultanan Sintang. Pada masa ini, mulai dibangun masjid pertama kali yang letaknya di ibu kota kesultanan, meski hanya dengan kapasitas 50 orang. Pada masa ini pula, wilayah kekuasaan Sintang meluas hingga ke daerah Ketungau Hilir dan Ketungau Hulu, hingga ke daerah perbatasan Serawak, Kalimantan Tengah, dan Melawi. Di samping mengalami kemajuan secara fisik, ada sejumlah keputusan penting terkait dengan Kesultanan Sintang yang ditetapkan dalam sebuah rapat, yaitu:
1. Ditetapkannya Sintang sebagai Kesultanan Islam
2. Pemimpin Kesultanan Sintang bergelar Sultan
3. Disusunnya Undang-undang Kesultanan yang terdiri dari 32 pasal
4. Didirikannya masjid sebagai tempat ibadah
5. Dibangunnnya istana kesultanan
Kesultanan Sintang merupakan satu-satunya kesultanan di Kabupaten Sintang yang masih eksis hingga akhirnya “bubar” pada tanggal 1 April 1960 M. Sejak tahun 1966, Sintang merupakan Daerah Tingkat II (Kabupaten) di Provinsi Kalimantan Barat. Ibu kotanya adalah Sintang. Setelah Reformasi  Sri Sultan Kusuma Negara V bergelar Pengeran Ratu Sri Negara Raden Ichsani Perdana Tsafiudin,putra dari Panembahan  Raden Abdulbahri Danu Perdana dikukuhkan sebagai Sultan Kraton Al Mukaramah Sintang.
Patung Burung Garuda ini dipersembahkan oleh Patih Logender pada saat melamar Putri Dara Juanti. Patung Burung Garuda ini dijadikan lambang Kerajaan Sintang pada masa Pemerintahan Pangeran Ratu Achmad Qamaruddin, tahun 1807 M.


 =======  AYOOO JELAJAH  INDONESIA ======

MASJID SINTANG

Masjid Jamik Sultan Nata adalah sebuah masjid bersejarah di Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, yang terletak di kompleks Istana Al Mukarrammah Sintang, tepatnya di Kampung Kapuas Kiri Hilir, Kabupaten Sintang. Pendirian masjid ini diprakarsai Pangeran Tunggal setelah naik tahta menggantikan Pangeran Agung (Sultan Sintang ke-17). Pada masa pemerintahannya, Islam berkembang sangat pesat. Pendirian tempat ibadah pun semakin mendesak. Masjid inilah yang menjadi cikal bakal Masjid Jami Sultan Nata Sintang.
Pembangunan masjid ini tidak terlepas dari penyebaran agama Islam yang terjadi di Kota Sintang. Sejak masa pemerintahan Pengeran Agung, agama Islam telah dianut oleh raja dan kerabat Kerajaan Sintang yang menggantikan agama sebelumnya, agama Hindu. Sejak saat itu, sistem pemerintahan kerajaan sintang lambat laun mengalami perubahan menjadi kesultanan Islam. Pada periode pemerintahan berikutnya, pada masa Pangeran Tunggal (anak Pangeran Agung), kebutuhan akan masjid terasa makin mendesak. Hal ini tak lepas dari meningkatnya jumlah penganut agama Islam di sekitar istana. Pangeran Tunggal lalu mendirikan sebuah masjid sederhana dengan kapasitas sekitar 50 orang. Masjid inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Masjid Jamik Sultan Nata Sintang. Dari konstruksi awal masjid yang dibangun oleh Pangeran Tunggal, Sultan Nata kemudian melakukan perbaikan dan perluasan masjid pada tahun 1672 M. Sultan Nata adalah raja yang menggunakan gelar "sultan" untuk pertama kalinya dalam sejarah Kerajaan Sintang pada masa sebelumnya (masa Hindu), gelar raja masih menggunakan sebutan Abang, Pangeran, atau Raden. Sesuai nama pendirinya, maka masjid ini kemudian diresmikan oleh Pemerintah Kabupaten Sintang dengan nama Masjid Jamik Sultan Nata Sintang pada tahun 1987.
Masjid Sultan Nata menggunakan arsitektur rumah panggung khas pesisir sungai. Konstruksi bangunan masjid seluruhnya terbuat dari kayu. Pondasi, rangka bangunan, balok gelegar, penutup atap, dan papan lantai terbuat dari kayu belian. Masjid Sultan Nata sebetulnya telah mengalami beberapa kali renovasi, namun delapan tiang penyangga yang terbuat dari kayu belian tetap dipertahankan sesuai aslinya hingga saat ini. Tiang berupa kayu silinder setinggi lebih dari 10 meter tersebut tetap berdiri kokoh meski usianya telah melampaui tiga abad. Ada cerita berbalut mistik ihwal tiang penyangga ini. Sekitar tahun 1997, ketika Sungai Kapuas surut, muncul sumber air dari salah satu tiang penyangga yang konon dapat memberi kesembuhan, sehingga masyarakat berbondong-bondong untuk meminumnya. Namun sayang, saat ini, sumber air itu telah ditutup.
Bangunan masjid ini memiliki tiga susun atap. Atap pertama dan kedua berbentuk limas, sedangkan atap ketiga berbentuk kerucut bersegi delapan. Bentuk atap kerucut ini juga dipakai pada atap dua menara kembar yang berada di samping masjid. Tiap bagian di dalam masjid dibalut dengan cat warna putih dengan sedikit garis-garis hijau di beberapa bagian, seperti pada jendela, dasar tiang, serta dinding. Sebagai pemanis hiasan, korden penutup jendela dipilih yang berwarna kuning, warna khas Melayu. Sementara di pojok masjid, terdapat bedug berusia ratusan tahun yang terbuat dari sebatang pohon utuh. Setelah renovasi pada tahun 2000, masjid ini dilengkapi dengan taman rumput yang cukup luas, dengan hiasan pohon-pohon palem yang rindang.
Di bagian muka masjid, juga dibangun jembatan penyeberangan dari kayu yang menghubungkan masjid dan istana yang dipisahkan oleh jalan beraspal. Sejak tahun itu pula, masjid ini ditetapkan sebagai situs cagar budaya Kabupaten Sintang. Di masjid ini, para pelancong dapat menyaksikan susunan penghulu/menteri agama Kerajaan Sintang dari masa ke masa. Selain itu, takmir masjid juga menyediakan buku sederhana yang menceritakan sejarah berdirinya masjid serta renovasi-renovasi yang pernah dilakukan.

======= AYOO JELAJAH INDONESIA =====



TAMAN ENTUYUT

Membaca tulisan Taman Entuyut, membuat saya menyuruh driver yang membawa saya untuk berhenti sejenak, nama yang aneh di telinga saya, saya menanyakan dengan warga asli Sintang, apa arti taman Entuyut, mereka menjelaskan entuyut artinya sarang semut, saya pun tidak membuang – buang waktu langsung turun dari mobil dan meminta driver untuk mengabadikannya.
Menurut warga sekitar taman entuyut ini belum selesai pembangunannya, secara bertahap mengingat keterbatasan dana yang tersedia.
Untuk membuat Taman Entuyut menjadi indah, akan bergantung pada kemampuan keuangan Pemerintah Kabupaten Sintang. Pengecatan taman, akan menggunakan cat khusus atau hanya menggunakan cat taman. "Jika hanya menggunakan cat taman maka biaya perawatannya mahal, karena dalam beberapa tahun sekali harus ada pengecatan ulang. Tapi jika dengan cat lapisan khusus, biaya perawatannya lebih murah,    Selain mengecat taman, lantai taman juga akan dibuat motif tertentu. Rencananya juga akan dibangun jembatan mini untuk penyeberangan dari Taman Entuyut ke Galeri Seni.  Sebab, ke depan Galeri Seni akan ditata menjadi pusat kuliner hingga ke lahan di belakang galeri yang ada saat ini. "Jadi nanti antara Taman Entuyut dengan Pusat Kuliner ada koneksitas.


Selain itu, Tugu BI juga akan dipercantik dengan dibuatnya air mancur. "Setelah kami hitung, setidaknya ada 10 titik air mancur yang akan mengitari Tugu BI.


===========  AYOO JELAJAH  INDONESIA ========

TERMINAL SEI AMBAWANG



Bahagia sekali pulang dari Sintang melalui Kuburaya, melihat Terminal pertama dan satu satunya saat ini di Indonesia, Terminal Antar Negara Sei Ambawang, terletak di Kubu Raya, saat kami ke sini tanggal 6 Oktober 2017, foto selfie didepan bangunan dengan minta izin kepada petugas yang berdiri disana, kami diizinkan, kemudian salah satu dari petugas menanyakan kami dari mana, kami memperkenalkan diri, oleh petugas dishub Bapak Andrianus kami malah di tawari untuk melihat lihat bagunan terminal dan diizinkan untuk berfoto selfie, petugas Dishub yang bertugas saat itu sangat ramah ramah terlebih Bapak Andrianus, beliau menceritakan, secara detail kondisi, luas terminal bahkan menyarankan kami untuk berangkat ke Kuching saja malam ini dan pulang besok, sayangnya kami baru dari perbatasan entikong sehingga tidak memungkinkan untuk kesana, tarif ke Kuching cukup murah harga Bus Rp. 230.000,- di tempuh selama 8 jam  perjalanan , sedangkan kalau ke  Brunai  harga tiket Rp. 720.000,- dengan jarak tempuh selama 27 jam. Terminal ini masih dalam tahap uji coba, karena belum diresmikan, tetapi sudah melayani perjalanan antar negara. Fasilitas yang tersedia sangat nyaman, dan bagi yang suka selfie ada beberapa spot yang sangat menarik seperti foto – foto 3 dimensi.




========   AYOOO  JELAJAH  INDONESIA =======

Tuesday 26 September 2017

RUMAH BENTANG

Bila ada berwisata ke kota Pontianak, selain menikmati wisata kuliner dengan mencicipi beberapa makanan khasnya, seperti lempok durian, minuman lidah buaya, kue bingke, kerupuk ikan belida, jangan lupa untuk mengunjungi beberapa obyek wisata budaya yang menarik, tujuan kali ini adalah  Rumah Betang, entah untuk yang keberapa kalinya saya kesini, tapi dengan keluarga baru ini.

Rumah Betang – adalah sebuah bentuk rumah tradisional yang menjadi rumah adat dan identitas dari Suku Dayak. Untuk melihat rumah ini, anda bisa menemukannya dengan jumlah yang cukup banyak di daerah hulu sungai, tetapi dengan adanya objek wisata Rumah Betang yang ada di kota Pontianak ini, anda tidak perlu jauh-jauh untuk menemukannya, walaupun berupa replika, tapi bentuk dan isinya menyerupai aslinya sehingga memudahkan wisatawan untuk lebih mengenal sisi kebudayaan yang ada di Kalimantan Barat.

Rumah Betang atau disebut juga rumah panjang (Long House) merupakan rumah adat suku dayak yang letaknya berada di pusat kota Pontianak, yaitu di Jalan Sutoyo bersebelahan dengan gedung Perpustakaan Daerah atau sekitar 150 meter dari rumah dinas Gubernur Kalbar.
Berbeda dengan rumah atau bangunan modern lainnya, ciri khas bangunan rumah betang adalah hampir semua bahannya terbuat dari kayu ulin, mulai dari tiang penyangga, dinding, lantai, tangga hingga atapnya. Dirumah ini juga dibuat sebuah tempat seperti aula yang menjadi tempat pertemuan para penghuni rumah betang. Tempat ini digunakan untuk aktifitas para penduduk, mulai dari mengayam, bercengkrama dan kegiatan lainnya. Di aula ini jugalah dilaksanakannya beragam kegiatan dan acara adat suku dayak.

Di hampir tiap bagian dinding di rumah ini bisa kita lihat lukisan khas suku dayak yang sangat indah. Seni dan budaya suku dayak sangat terasa di rumah betang ini. Rumah betang ini juga sering dijadikan lokasi festival adat dan budaya yang berasal dari dayak seperti naik dango dan perayaan pesta panen padi. Tak hanya festival-festival saja, berbagi sanggar kesenian juga sering menggunakan rumah ini untuk sarana berlatih mereka, misal berlatih menari. Selain nilai seni dan budayanya, rumah ini juga bersih dan terawat sehingga memberikan kenyamanan lebih pada wisatawan yang datang berkunjung.

Liburan akan terasa kurang berarti jika kita tidak mendapatkan kesan lebih, terutama di bidang budaya dan seninya. Dengan kunjungan ke Rumah Betang ini, anda akan mendapatkan beberapa pengetahuan tentang suku asli dari Kalimantan yakni suku Dayak. Jadi, masukkan Rumah Betang yang ada di kota Pontinak sebagai salah satu daftar wisata anda.



==============  AYOOO JELAJAH  INDONESIA  ==============