Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak menggelar
seminar museum di Aula Multatuli Setda Lebak, Rabu (14/12/2016). Hal itu
dilakukan untuk menyosialisasikan Museum Multatuli dan menyamakan persepsi,
serta menjaring masukan dari berbagai kalangan seperti masyarakat, akademisi
dan sejarawan. Dalam seminar yang mengusung tema mencari posisi Lebak
dalam sejarah Indonesia dan dunia ini menghadirkan narasumber Sejarawan
Universitas Indonesia Dr. Bondan Kanumoyono, Sejarawan Oxford University
Inggris Dr. Peter Carrey, Museologist Museum Sejarah Jakarta Annisa M.
Gultom MA, Budayawan Universitas Tirtayasa Banten Dr. Firman Hardiasyah dan
sejarawan muda Historia asal Lebak Bonny Tiana.
”Seminar tersebut dilakukan untuk mengenalkan dan
menjaring masukan dari masyarakat, agar kedepannya benar-benar berfungsi dan
berkembang serta dapat dirasakan manfaatnya bagi kemajuan masyarakat,” ujar
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak, Wawan Ruswandi.
Pembangunan gedung Museum Multatuli yang terintegrasi dengan perpustakaan darah
Saija dan Adinda, lanjut Wawan, telah selesai. Gedung yang telah menjadi icon
baru Kabupaten Lebak ini menjadi salah satu daya tarik wisata bagi masyarakat
yang berkunjung ke Rangkasbitung. ”Kehadiran museum yang sebelumnya merupakan bangunan
tua bekas Kewedanaan Rangkasbitung yang disulap menjadi icon baru daerah ini
sekarang menjadi tempat trend anak muda Lebak sebagai tempat selfi. Ini
diharapkan dapat melengkapi objek wisata lainnya, baik wisata budaya, wisata
alam maupun wisata religi yang banyak tersebar di wilayah Kabupaten Lebak,”
katanya.
Wawan menuturkan, keberadaan museum juga
diharapkan agar generasi muda, para pelajar dapat mempelajari sejarah
bangsanya, khususnya sejarah Kabupaten Lebak, sejarah Banten dan Indonesia pada
umumnya dengan melihat, mempelajari dan mengkaji bukti-bukti peninggalan
sejarah, untuk melangkah ke depan menggapai kejayaan bangsa dimasa yang akan
datang. ”Konten, artefak-artefak dan pengelolaan museum ini, bekerja sama
dengan Universitas Tirtayasa,” tuturnya.
Bupati Lebak, Hj. Iti Octavia Jayabaya
mengatakan, meski keberadaaan museum ini disebuah kota kecil, Rangkasbitung
yang merupakan ibu kota Kabupaten Lebak, museum ini tidak hanya menjadi milik
warga Lebak saja, tetapi juga menjadi milik rakyat Indonesia. ”Dan mungkin
menjadi milik warga dunia yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, sebagai mana
semangat kemanusiaan Eduward Douwes Dekker ketika menulis roman Max Havelaar.
Karena itu, dengan segala kerendahan hati, izinkan saya menyampaikan kabar gembira
bahwa tak lama lagi museum yang mengabadikan nama Multatuli dan sebuah gedung
perpustakaan yang menggunakan dua karakter penting dalam roman Max Havelaar,
Saijah dan Adinda telah rampung dibangun di Rangkasbitung, Lebak,” ujarnya.
Iti menjelaskan, pembangunan museum ini bukan
untuk mengultuskan Multatuli atau mengagung-agungkan peranannya dalam sejarah.
”Sama sekali tidak. Kami hanya ingin berikhtiar memperkenalkan sejarah kepada
generasi muda, bukan hanya kisah tentang Multatuli. Tetapi juga tentang bagaimana
sistem kolonial bekerja selama beratus tahun di negeri kita dan sebagai reaksi
dari praktik tersebut, juga akan ditampilkan bagaimana rakyat Indonesia dalam
hal ini Banten, khususnya rakyat Lebak dalam melawan dominasi kolonial,”
tuturnya.
No comments:
Post a Comment