Tuesday, 7 February 2017

NOL KILOMETER BANTEN

Anyer merupakan salah satu destinasi wisata yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan terutama pantai. Deretan pantai yang terbentang di sepanjang jalan Anyer memanjakan mata dengan suguhan objek keindahannya masing-masing. Umumnya, bagi anda jika mendengar kata Anyer langsung teringat akan pantai. Tidak hanya pantai yang menjadi objek wisata. Akan tetapi tempat wisata bersejarah pun ada di Anyer salah satunya “Titik 0 KM Anyer-Panarukan”. Titik 0 KM lainnya dapat dijumpai di kota besar diantaranya yaitu Museum Bahari (DKI Jakarta), Monumen Titik 0 KM (Sabang, NAD), Tugu Kembar (Marauke, Papua), Kawasan Titik 0 KM (Yogyakarta), dan Menara Siger (Lampung) yang dilansir dari media online (travel.detik.com).
Titik 0 KM Anyer-Panarukan sebagai saksi bisu terbentuknya jalur penghubung Anyer-Panarukan sepanjang 1000 kilometer dibangun pada masa pemerintahan Raja Willem III tahun 1885 yang dipimpin oleh Jendral Deandles dengan memanfaatkan tenaga kerja rakyat Indonesia. Saat itu, tak terhitung berapa banyak tenaga pekerja yang melayang dalam pembuatan jalan tersebut. Pekerja yang bekerja membangun jalan tidak diberi upah dan hanya diberi makan. Makanan yang dimakan pun seadanya berupa bonggol pisang, singkong yang diawetkan, dan gadung yang diolah sedemikian rupa berdasarkan informasi dari narasumber Bapak Sidiq yang bertugas sebagai penjaga tempat wisata selama 1 tahun. Jaman dahulu pendidikan masih sangat rendah sehingga banyak rakyat yang mudah dibodohi oleh Pemerintah Hindia–Belanda yang menjajah Indonesia 3,5 abad lamanya. Indonesia sudah mengalami kemajuan tahap demi tahap namun Bangsa Eropa (Belanda) sudah lebih dulu memiliki persenjataan lengkap sehingga Belanda memperluas daerah kekuasaan dengan memanfaatkan situasi dan kondisi.
Bahwasannya titik terberat pembangunan jalan Anyar–Panarukan terletak di daerah Sumedang, tepatnya daerah Cadas Pangeran. Adapun bukti peninggalan sejarah berupa Mercusuar yang terletak di desa Cikoneng, Anyer-Banten. Sebelumnya, bangunan pertama terletak dekat dengan bibir pantai. Akibat bencana alam letusan gunung Krakatau tahun 1883 dan termakan usia akibatnya pondasi mengalami kerusakan dan hancur karena tidak kuat menahan beban. Dua tahun setelah letusan, pemerintah Hindia–Belanda membangun kembali mercusuar dengan pondasi yang lebih kuat dan kokoh setinggi 30 m yang terletak +/- 200 m dari bibir pantai. Hal ini bertujuan untuk menghindari abrasi dan korosi akibat air laut. Pembentukan Mercusuar guna membantu penerangan sekaligus sebagai pemandu bagi kapal yang berlayar dengan tujuan komersil karena dianggap letaknya strategis. Sampai saat ini, Mercusuar masih digunakan oleh Dirjen Perhubungan Laut sebagai alat bantu navigasi kapal laut yang melintasi Selat Sunda. Menara Mercusuar selalu berada di Tanjungan agar terlihat oleh orang maupun kapal yang berlalu lalang.
Pada malam hari, lampu mercusuar masih aktif digunakan untuk menyinari perairan Selat Sunda. Saat ini, mercusuar dibuka untuk umum sehingga wisatawan dapat melihat bagian dalam bangunan dan bahkan naik sampai puncaknya. Untuk bisa mencapai puncak mercusuar, anda harus melalui 18 tingkatan dengan 16 anak tangga. Setelah sampai, kelelahan akan terbayar dengan pemandangan nan indah. Tapi sayang saat itu saya tidak menaikinya, dikarenakan tak ada yang mendampingi saya turut serta. Alasan klasik yang dibuat oleh teman saya ini yaitu kakinya masih sakit, entahlah kenapa dia mungkin hanya beralasan saja. Selain bisa mengunjungi tempat bersejarah ini, anda pun dapat beristirahat sejenak karena disediakan homestay untuk bisa menikmati suasana pantainya. Harga penginapan mulai dari Rp 1.000.000– Rp2.000.000/homestay/malam yang terdiri dari 2–3 kamar.

==========  AYOOOOO  JELAJAH  INDONESIA  ========










No comments:

Post a Comment