Anyer merupakan salah satu destinasi
wisata yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan terutama pantai.
Deretan pantai yang terbentang di sepanjang jalan Anyer memanjakan mata dengan
suguhan objek keindahannya masing-masing. Umumnya, bagi anda jika mendengar
kata Anyer langsung teringat akan pantai. Tidak hanya pantai yang menjadi objek
wisata. Akan tetapi tempat wisata bersejarah pun ada di Anyer salah satunya
“Titik 0 KM Anyer-Panarukan”. Titik 0 KM lainnya dapat dijumpai di kota besar
diantaranya yaitu Museum Bahari (DKI Jakarta), Monumen Titik 0 KM (Sabang,
NAD), Tugu Kembar (Marauke, Papua), Kawasan Titik 0 KM (Yogyakarta), dan Menara
Siger (Lampung) yang dilansir dari media online (travel.detik.com).
Titik 0 KM Anyer-Panarukan sebagai
saksi bisu terbentuknya jalur penghubung Anyer-Panarukan sepanjang 1000
kilometer dibangun pada masa pemerintahan Raja Willem III tahun 1885 yang
dipimpin oleh Jendral Deandles dengan memanfaatkan tenaga kerja rakyat
Indonesia. Saat itu, tak terhitung berapa banyak tenaga pekerja yang melayang
dalam pembuatan jalan tersebut. Pekerja yang bekerja membangun jalan tidak
diberi upah dan hanya diberi makan. Makanan yang dimakan pun seadanya berupa
bonggol pisang, singkong yang diawetkan, dan gadung yang diolah sedemikian rupa
berdasarkan informasi dari narasumber Bapak Sidiq yang bertugas sebagai penjaga
tempat wisata selama 1 tahun. Jaman dahulu pendidikan masih sangat rendah
sehingga banyak rakyat yang mudah dibodohi oleh Pemerintah Hindia–Belanda yang
menjajah Indonesia 3,5 abad lamanya. Indonesia sudah mengalami kemajuan tahap
demi tahap namun Bangsa Eropa (Belanda) sudah lebih dulu memiliki persenjataan
lengkap sehingga Belanda memperluas daerah kekuasaan dengan memanfaatkan
situasi dan kondisi.
Bahwasannya titik terberat
pembangunan jalan Anyar–Panarukan terletak di daerah Sumedang, tepatnya daerah
Cadas Pangeran. Adapun bukti peninggalan sejarah berupa Mercusuar yang terletak
di desa Cikoneng, Anyer-Banten. Sebelumnya, bangunan pertama terletak dekat
dengan bibir pantai. Akibat bencana alam letusan gunung Krakatau tahun 1883 dan
termakan usia akibatnya pondasi mengalami kerusakan dan hancur karena tidak
kuat menahan beban. Dua tahun setelah letusan, pemerintah Hindia–Belanda
membangun kembali mercusuar dengan pondasi yang lebih kuat dan kokoh setinggi
30 m yang terletak +/- 200 m dari bibir pantai. Hal ini bertujuan untuk
menghindari abrasi dan korosi akibat air laut. Pembentukan Mercusuar guna
membantu penerangan sekaligus sebagai pemandu bagi kapal yang berlayar dengan
tujuan komersil karena dianggap letaknya strategis. Sampai saat ini, Mercusuar
masih digunakan oleh Dirjen Perhubungan Laut sebagai alat bantu navigasi kapal
laut yang melintasi Selat Sunda. Menara Mercusuar selalu berada di Tanjungan
agar terlihat oleh orang maupun kapal yang berlalu lalang.
Pada malam hari, lampu mercusuar
masih aktif digunakan untuk menyinari perairan Selat Sunda. Saat ini, mercusuar
dibuka untuk umum sehingga wisatawan dapat melihat bagian dalam bangunan dan
bahkan naik sampai puncaknya. Untuk bisa mencapai puncak mercusuar, anda harus
melalui 18 tingkatan dengan 16 anak tangga. Setelah sampai, kelelahan akan
terbayar dengan pemandangan nan indah. Tapi sayang saat itu saya tidak
menaikinya, dikarenakan tak ada yang mendampingi saya turut serta. Alasan
klasik yang dibuat oleh teman saya ini yaitu kakinya masih sakit, entahlah
kenapa dia mungkin hanya beralasan saja. Selain bisa mengunjungi tempat
bersejarah ini, anda pun dapat beristirahat sejenak karena disediakan homestay
untuk bisa menikmati suasana pantainya. Harga penginapan mulai dari Rp 1.000.000–
Rp2.000.000/homestay/malam yang terdiri dari 2–3 kamar.
========== AYOOOOO JELAJAH INDONESIA ========
No comments:
Post a Comment