Masjid Jamik Sultan Nata adalah sebuah masjid bersejarah di Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, yang terletak di kompleks Istana
Al Mukarrammah Sintang, tepatnya di Kampung Kapuas
Kiri Hilir, Kabupaten Sintang. Pendirian masjid ini diprakarsai Pangeran Tunggal setelah
naik tahta menggantikan Pangeran Agung (Sultan Sintang ke-17). Pada masa
pemerintahannya, Islam berkembang sangat pesat. Pendirian tempat ibadah pun
semakin mendesak. Masjid inilah yang menjadi cikal bakal Masjid Jami Sultan
Nata Sintang.

Masjid
Sultan Nata menggunakan arsitektur rumah panggung khas pesisir sungai. Konstruksi bangunan masjid seluruhnya terbuat dari kayu.
Pondasi, rangka bangunan, balok gelegar, penutup atap, dan papan lantai terbuat
dari kayu belian. Masjid Sultan Nata sebetulnya telah mengalami beberapa kali
renovasi, namun delapan tiang penyangga yang terbuat dari kayu belian tetap
dipertahankan sesuai aslinya hingga saat ini. Tiang berupa kayu silinder
setinggi lebih dari 10 meter tersebut tetap berdiri kokoh meski usianya telah
melampaui tiga abad. Ada cerita berbalut mistik ihwal tiang penyangga ini.
Sekitar tahun 1997, ketika Sungai Kapuas surut, muncul sumber air dari salah
satu tiang penyangga yang konon dapat memberi kesembuhan, sehingga masyarakat
berbondong-bondong untuk meminumnya. Namun sayang, saat ini, sumber air itu
telah ditutup.
Bangunan
masjid ini memiliki tiga susun atap. Atap pertama dan kedua berbentuk limas,
sedangkan atap ketiga berbentuk kerucut bersegi delapan. Bentuk atap kerucut
ini juga dipakai pada atap dua menara kembar yang berada di samping masjid.
Tiap bagian di dalam masjid dibalut dengan cat warna putih dengan sedikit
garis-garis hijau di beberapa bagian, seperti pada jendela, dasar tiang, serta
dinding. Sebagai pemanis hiasan, korden penutup jendela dipilih yang berwarna
kuning, warna khas Melayu. Sementara di pojok masjid, terdapat bedug berusia
ratusan tahun yang terbuat dari sebatang pohon utuh. Setelah renovasi pada
tahun 2000, masjid ini dilengkapi dengan taman rumput yang cukup luas, dengan
hiasan pohon-pohon palem yang rindang.
Di
bagian muka masjid, juga dibangun jembatan penyeberangan dari kayu yang
menghubungkan masjid dan istana yang dipisahkan oleh jalan beraspal. Sejak tahun
itu pula, masjid ini ditetapkan sebagai situs cagar budaya Kabupaten Sintang.
Di masjid ini, para pelancong dapat menyaksikan susunan penghulu/menteri agama Kerajaan Sintang dari masa ke masa. Selain itu, takmir masjid juga
menyediakan buku sederhana yang menceritakan sejarah berdirinya masjid serta
renovasi-renovasi yang pernah dilakukan.
======= AYOO JELAJAH INDONESIA =====
No comments:
Post a Comment