Monday, 25 September 2017

PERPUSTAKAAN BONDONG

“Tepat pada tanggal 10 mei 1362  yang lalu, Jubair Irawan I beserta sanak keluarga dan para pengikutnya, pindah atau berhijrah dari kerajaan sepauk ke tempat yang menjadi titik pertemuan alur sungai kapuas dan sungai melawi yang arusnya saling bertentangan, melahirkan istilah senentang dan di kemudian hari dikenal menjadi nama kota Sintang” terang Bupati Sintang Jarot Winarno dalam amanatnya saat Bertindak sebagai Inspektur Upacara, memperingati hari jadi Kota Sintang yang ke 654 Tahun 2016 di Stadion Baning Sintang,  Selasa (10 /05/ 2016).
Menurut Jarot, ada dua nilai penting yang harus kita resapi dan aktualisasi dari sejarah perpindahan  Jubair Irawan I. pertama; spirit pindah atau berhijrah yang dilakukan Jubair Irawan I.
“dia bercita-cita besar agar kerajaan yang dimilikinya dapat berkembang lebih baik, lebih maju dan lebih besar di masa depan. pola pikir yang cerdas dan maju ini di kemudian hari ini terbukti sangat tepat, karena Jubair Irawan I mulai meletakkan pondasi kerajaan yang kokoh hingga dapat eksis saat ini untuk kita sekarang, spirit hijrah tersebut harus kita adopsi dengan tafsir yang sesuai tantangan zaman,” terang Jarot.
Secara filosofi, berhijrah meninggalkan sesuatu untuk menuju sesuatu yang baru. saat ini kita harus siap berhijrah menuju pikiran dan perilaku yang baik seperti kesadaran menjaga lingkungan alam yang lestari, perilaku santun, jujur, toleran sabar, tekun, taat hukum, kerja keras, penuh optimisme, mau berkorban dan berbagi untuk orang lain, serta semangat kerja sama dan berprestasi.
“inilah spirit hijrah kita pada saat sekarang di tengah kemeriahan memperingati hari jadi kota Sintang ke-654,”tambahnya.
kedua: pilihan  tempat yang menjadi titik pertemuan dua alur sungai besar, sungai kapuas dan sungai melawi, menggambarkan keinginan mewujudkan suatu peradaban yang didasari nilai persaudaraan kemanusiaan sejati.
Generasi masa lalu yang ada pada Jubair Irawan Itelah memiliki kesadaran bahwa perbedaan apapun yang ada tidak boleh menjadi sumber konflik. justru perbedaan itu adalah anugerah yang harus disyukuri dan didayagunakan untuk kemajuan yang lebih besar.  Kewajiban kita saat ini, berupaya terus menghidupkan, merawat dan memeprkuat nilai persaudaraan kemanusiaan di kota Sintang dan kabupaten Sintang pada umumnya.
“kota Sintang adalah rumah besar kita semua. kita lahir, tumbuh, hidup, berkarya dan menciptakan peradaban secara bersama-sama, atas dasar persaudaraan, kesetaraan, persamaan dan keadilan. cita-cita Jubair Irawan I menyatukan dua arus sungai besar, yang berarti menyatukan berbagai perbedaan  yang ada pada kita sekarang, harus terus kita perjuangkan sehingga terwujud peradaban kota Sintang yang aman, damai, maju dan berdaya saing tinggi.”unkap Jarot.
“spirit hijrah dan persaudaraan yang terdapat dalam semangat peringatan hari jadi kota Sintang, hari ini kita gelorakan hingga kapanpun.  karena itulah pada tahun pertama ini kita memilih tema “melalui peringatan hari jadi kota Sintang  ke 654 tahun 2016, kita wujudkan semangat kebhinekaan, guna kelanjutan  pembangunan kabupaten Sintang yang makin maju, sejahtera, aman dan damai”.  kita sebagai  penghuni kota Sintang yang sudah merasakan manfaat berbagai hal darinya, berkewajiban untuk ikut ambil bagian memajukan kota Sintang, yang insya allah bukan hanya menjadi ibukota kabupaten Sintang, tetapi juga akan menjadi ibukota provinsi kapuas raya di masa mendatang” tambah Jarot Winarno.
 Kepala Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Sintang, Kartiyus saat membacakan sejarah singkat Kota Sintang menyampaikan bahwa secara yuridis formal, kabupaten Sintang sebagai entitas pemerintahan dibentuk melalui undang-undang nomor 27 tahun 1959 penetapan undang-undang darurat nomor 3 tahun 1953 tentang pembentukan daerah tingkat II di kalimantan.
“ibukota kabupaten Sintang adalah kota Sintang. Sebagai tempat hidup sebuah komunitas masyarakat, kota Sintang telah eksis jauh sebelum lahirnya undang-undang nomor 27 tahun 1959 tersebut, bahkan telah ada sebelum terbentuknya nkri tahun 1945. Catatan sejarah memang telah menggambarkan bagaimana daerah yang menjadi titik pertemuan alur sungai kapuas dan sungai melawi ini tumbuh dan berkembang sudah sangat lama sehingga menjadi tempat yang tua dari sisi sejarah” terang Kartiyus.
Kartiyus menambahkan berdasarkan hasil analisis terhadap sejarah lahirnya Sintang yang bertumpu pada sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan secara historis, politis, yuridis, pedagogis dan ilmiah sekaligus memiliki nilai moral yang tinggi dan luhur, dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa Sintang berdiri (dibangun) melalui kronologi peristiwa sebagai berikut:
Pada tahun 1362 masehi atau 1284 saka, Jubair Irawan I memindahkan pusat pemerintahan dari sepauk ke Sintang.
Alasan Jubair Irawan I memindahkan pusat pemerintahan dari sepauk ke Sintang adalah: pertama, dalam rangka usaha pemekaran wilayah dan persiapan membangun pemerintahan baru ditepi sungai kapuas. kedua, untuk membangun pertahanan dan keamanan, sehingga mudah untuk mengontrol lalu lintas di kedua sungai tersebut. ketiga, letaknya strategis sehingga memperlancar komunikasi antar daerah aliran sungai tersebut dengan pusat pemerintahan.
“dengan demikian dapat dikatakan bahwa Jubair Irawan I adalah pendiri  kota Sintang atau negeri Sintang. Melalui perbandingan dan hubungan data dari sumber akurat yang dikaji, maka tanggal 10 mei 1362 m, atau bertepatan dengan tahun 1284 saka, disepakati dan ditetapkan menjadi hari berdirinya kota Sintang,”Pungkasnya.
Kali ini saya berkesempatan datang dan berpoto ria di Perpustaan Bondong, Bondong adalah nama kapal, sehingga museum inipun di bentuk persis dengan kapal.

==============  AYOOO   JELAJAH  INDONESIA  ==============






No comments:

Post a Comment